Sebentar lagi seluruh umat Islam akan menjalan ibadah puasa
Ramadhan. Puasa di bulan Ramadhan memang ibadah yang paling banyak
ditunggu-tunggu umat Islam. Karena itu, dalam beberapa hari kedepan, untaian
kalimat Marhaban ya Ramadhan, selamat datang bulan suci Ramadhan patut kita
kumandangkan.
Seorang Muslim yang benar imannya, tentu akan sangat
bergembira mendengar Ramadhan akan datang. Sebab bulan mulia ini adalah bulan
yang sangat dinanti-nantikan. Tetapi, bagaimana bergembira dengan Ramadhan itu?
Inilah yang mungkin belum begitu banyak dipahami manivestasinya.
Sepatutnya kita menyambut bulan penuh keberkahan itu dengan berbenah diri.
Perbuatan-perbuatan tercela, tidak terpuji, kebohongan, kemalasan dan
perbuatan-perbuatan negatif yang (mungkin) kita telah lakukan sebelumnya harus
segera ditinggalkan. Kita sambut Ramadhan dengan hati yang bersih dan jernih.
Berbenah diri untuk menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Ibadah puasa di bulan suci ini yang diwajibkan untuk orang-orang beriman di seluruh dunia bukan sekadar ibadah. Ibadah puasa di bulan Ramadhan sangat berbeda dengan ibadah lain. Sebab, puasa adalah ibadah ‘rahasia’. Artinya, orang itu berpuasa atau tidak hanyalah orang berpuasa itu sendiri dan Allah saja yang mengetahuinya.
Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa
setiap muslim. Ramadhan sebagai “Shahrul Ibadah” harus kita maknai dengan
semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai “Shahrul Fath”
(bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala
keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus
kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada
ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw.
Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad” (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai “Shahrul Maghfirah” harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai “Shahrul-Jihad” (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai “Shahrul Maghfirah” harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Ramadhan juga sebagai bulan kesabaran, maka kita harus melatih untuk sabar
dalam menjalani hidup. Maksud dari sabar yang tertera dalam al-Quran adalah
‘gigih dan ulet’ seperti yang dimaksud dalam (QS. Ali Imran/3: 146).
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat “liwajhillah wa limardlatillah”, karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
Mengakhiri hikmah ini, ada baiknya kita mendengarkan kisah Khalifah Umar bin Khathab. Suatu ketika Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur Mesir kala itu yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang miskin.
Seorang gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang gubernur membangun rumah mewah buat dirinya.
“Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.
Esensi puasa Ramadhan juga memberikan nilai ajaran agar orang yang beriman dan bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yang hidupnya sangat sederhana. Dalam sebuah hadist, Rasulullah juga bersabda, “Berhentilah kamu makan sebelum kenyang.”
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktivitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat “liwajhillah wa limardlatillah”, karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
Mengakhiri hikmah ini, ada baiknya kita mendengarkan kisah Khalifah Umar bin Khathab. Suatu ketika Umar pernah menghukum Amru bin Ash, sang gubernur Mesir kala itu yang berbuat semena-mena terhadap seorang rakyatnya yang miskin.
Seorang gubernur yang bertugas di Hamash, Abdullah bin Qathin pernah dilucuti pakaiannya oleh Umar. Sang khalifah menyuruh menggantinya dengan baju gembala. Bukan itu saja, si gubernur diminta menjadi penggembala domba sebenarnya untuk beberapa saat. Hal itu dilakukan Umar karena sang gubernur membangun rumah mewah buat dirinya.
“Aku tidak pernah menyuruhmu membangun rumah mewah!” ucap Umar begitu tegas.
Esensi puasa Ramadhan juga memberikan nilai ajaran agar orang yang beriman dan bertakwa mengikuti tuntunan Nabi saw yang hidupnya sangat sederhana. Dalam sebuah hadist, Rasulullah juga bersabda, “Berhentilah kamu makan sebelum kenyang.”
Banyak orang salah memahami esensi sejati dari puasa. Dengan
santainya, sebagian umat Islam menonton acara TV atau bermain game sepanjang
hari.
Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kaum muslimin agar tidak
bersikap konsumtif dalam menghadapi Ramadhan dan Lebaran.
MUI melihat selama ini banyak kaum muslimin yang terjebak sikap boros atau
konsumtif selama Ramadhan dan menghadapi Lebaran.
“Kepada umat Islam agar berupaya menjadikan bulan Ramadhan sebagai sarana
penyucian diri dan penguatan diri dengan melakukan penghindaran diri dari
segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan termasuk menghindari budaya boros dan
konsumtif (tabdzir dan israf),” demikian rilis MUI
Ingat, Ramadhan adalah bulan pelatihan diri, bulan peningkatan iman, dan
harus diisi dengan ibadah, bukan bulan berpesta atau bulan tidur panjang.
Semoga di bulan Ramadhan nanti, kita bisa mengambil hikmah untuk bisa
menjalankan hidup sederhana. Aamiin.