Senin, 18 Februari 2013

Vladimir Petkovic (allenatore Lazio 2012/2013)

Lazio secara resmi menunjuk Vladimir Petkovic sebagai pelatih baru musim 2012/2013. Pelatih asal Bosnia itu menggantikan posisi Edy Reja yang meninggalkan I Biancocelesti akhir musim lalu.

Petkovic menghabiskan banyak waktu sebagai pelatih di Swiss. Setelah melalui AC Lugano, AC Bellinzona, Young Boys di Swiss, Petkovic sempat berkarir di Turki bersama Samsunspor. Dan satu bulan lalu, pelatih 48 tahun tersebut kembali ke Swiss dengan menangani FC Sion sebagai pelatih interim.

Petkovic membantu Sion selamat dari degradasi lewat pertandingan playoff dengan catatan Sion mendapatkan pengurangan poin dari awal liga. Meski berjasa menyelamatkan Sion, Petkovic memutuskan untuk mencoba peruntungan di Serie A Italia bersama Lazio. Pelatih yang mengantarkan AC Bellinzona ke final Piala Swiss 2008 itu diyakini akan melakukan perubahan signifikan di staf kepelatihan Lazio.

Lazio musim lalu finis di posisi keempat di Serie A dengan torehan 62 poin dari 38 laga. Klub ibukota tersebut akan mulai bermain di babak playoff Liga Europa. Berikut sekilas sepak terjang Mr Petkovic,..

Tak banyak yang tahu siapa Vladimir Petkovic sampai Lazio tampil impresif di musim ini. Curriculum vitae-nya sebagai pelatih mungkin belum mentereng. Tapi karakternya sebagai individu mengundang decak kagum. Bahkan sepanjang kariernya sebagai pemain Petkovic tak pernah terpilih ke dalam timnas negaranya, Yugoslavia. Di usia 25 tahun ia meninggalkan Balkan dan melanjutkan kariernya di Swiss, baik sebagai pemain maupun kelak sebagai pelatih, sampai kemudian ia memutuskan menjadi warga negara tersebut.

Sebuah cerita menarik tentang pria kelahiran Bosnia-Herzegovina itu adalah, ketika menjadi pelatih Lugano dan Bellinzona, antara 2003 sampai 2008, ia mengisi hari-harinya sebagai seorang relawan di sebuah organisasi sosial katolik, Caritas.

Saban hari aktivitasnya dimulai dari jam 7 pagi. Dari rumahnya di Locarno, ia berkeliling ke kantor-kantor lokal Caritas untuk melakoni tugasnya sebagai relawan. Tanggung jawab utamanya adalah memberdayakan belasan pemuda pengangguran untuk mengumpulkan barang-barang yang bisa didonasikan ke pusat-pusat amal, juga mengusahakan agar mereka mendapatkan pekerjaan. Petkovic baru bekerja untuk klub bolanya pada pukul 5 sore, dengan memimpin sesi latihan.

Menurut cerita seorang mantan atasannya di Caritas, Petkovic juga rajin mengisi waktu luangnya dengan belajar guna meningkatkan lisensi kepelatihannya. Kepada pemain-pemain baru Bellinzona, ia kerap menyarankan mereka supaya mengisi rumah-rumah mereka dengan perabotan dari Caritas, hitung-hitung sekalian beramal.

Maka Petkovic tahu betul apa itu kerja keras, karena ia melakukannya delapan jam sehari sebagai relawan, sebelum berlanjut ke lapangan menjelang senja. Ia menanamkan itu pada pemain-pemainnya di Lazio, bahwa tidak banyak alasan untuk mengeluh lelah, karena buat dia, bertanding dua kali dalam seminggu tidak seberapa banyak.

Dalam pekerjaannya sebagai pelatih, Petkovic membawa Bellinzona finis nomor dua di kompetisi Divisi II Liga Swiss di tahun 2007. Mereka gagal promosi hanya karena kalah di playoff dua leg dari Aarau. Tapi di musim berikutnya Bellinzona berhasil naik kasta dan juga mencapai final Piala Swiss.

Figur Petkovic mulai lebih dipandang. Klub besar Swiss, Young Boys, merekrutnya pada Agustus 2008, yang membuatnya terpaksa memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai relawan. Dua musim berturut-turut Young Boys diantarnya menjadi runner-up liga.

Tiga tahun yang sukses di Swiss tidak otomatis menaikkan peruntungan Petkovic saat menukangi klub Turki, Samsunspor. Ia hanya bertahan setengah musim dan mengundurkan diri pada Januari 2012, setelah tim arahannya berkutat dalam ancaman degradasi.

Ia berada di bench lagi di bulan Mei setelah diminta klub Swiss yang lain, Sion, untuk menyelamatkan mereka dari jurang degradasi. Ia berhasil dalam misi tersebut, dengan memenangi dua pertandingan playoff.

Pihak Lazio kemudian mengundangnya untuk bertemu di akhir musim lalu. Kabarnya, bos klub, Claudio Lotito, langsung terpesona dengan karakter Petkovic. Aktivitasnya sebagai relawan gereja diyakini ikut meyakinkan Lotito untuk merekrut pria kelahiran 15 Agustus 1963 itu.

"Tidaklah biasa ada orang yang bekerja di dunia sepakbola tapi juga bekerja selama bertahun-tahun untuk Caritas. Saya percaya, para pesepakbola jangan dipandang hanya sebagai pemain, tapi juga sebagai orang-orang yang harus dipelihara secara spiritual. Saya memilih Petkovic dengan alasan ini. Tidaklah baik cuma menilai manajer dari hasil pertandingan saja, karena itu bukan semata-mata tergantung dia, tapi juga dari hal-hal lain," demikian Lotito.

Sesungguhnya ada alasan lain kenapa Lotito memilih Petkovic. Orang ini tidak keberatan digaji lebih rendah dari yang terakhir ia dapatkan di Turki. Lazio cukup membayarnya 600 ribu euro atau sekitar Rp 7,7 miliar per tahun.

Tapi tetap saja, tifosi Lazio pada awalnya bersikap skeptis pada Petkovic. Mereka perlu bukti, apa yang bisa dihasilkan oleh pelatih tidak terkenal itu.

Bukti itu diperlihatkan Petkovic dengan membawa Lazio memenangi tiga laga pertamanya di awal musim: atas Atalanta, Palermo, dan Chievo. Dan itu adalah start terbaik Lazio sejak musim 1974/1975.

Sikap skeptis Laziale perlahan-lahan berubah setelah Stefano Mauri dkk. bermain baik -- dan saat ini duduk di peringkat tiga klasemen Serie A sementara. Bahkan mengandaskan peluang Juventus untuk merebut titel di Coppa Italia.

"Ada hubungan yang baik di antara kami, saya dengan para pemain. Saya bisa membuat keputusan yang tepat ataupun keliru. Tapi yang penting adalah kita bisa tetap rendah hati dan kompak," tutur Petkovic suatu ketika, tentang filosofinya dalam menukangi sebuah tim.

"Sebuah rumah harus dibangun dengan banyak fondasi. Kami punya itu dalam pertahanan, dan penyerang-penyerang kami adalah pertahanan pertama. Setiap orang harus mengorbankan dirinya untuk tim. Kalau sudah begitu, maka kita sudah menemukan sebuah keseimbangan."

Dari segi taktik, Petkovic juga memiliki keterbukaan. Sebelumnya ia cenderung menyukai pola penyerangan dengan skema 3-4-3. Tapi, setelah mempelajari kekuatan-kelemahan yang dimiliki Lazio, ia keluar dari kebiasaannya dan memilih pola 4-5-1, dengan Miroslav Klose sebagai penyerang tunggal.
Filosofi lain Petkovic adalah seperti yang ia katakan di awal perekrutannya sebagai arsitek Lazio. Dia bilang, "Seorang pemenang adalah mereka yang tidak tahan dengan kekalahan. Dan saya adalah seorang pemenang."

Petkovic bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mempelajari video pertandingan terakhir tim yang akan ia hadapi, untuk mencermati setiap pergerakan pemain-pemainnya, dan mencari kelemahan-kelemahannya. Sewaktu di Young Boys, jika timnya kalah ia bisa mengunci diri sepanjang malam untuk melakukan analisis secara menyeluruh.

Salah satu pemain yang mengakui kejelian Petkovic adalah Hernanes. Di era pelatih sebelumnya, Edy Redja, pemain Brasil ini lumayan sukses bermain sebagai trequartista. Namun, Petkovic menggesernya lebih ke belakang, menjadi seorang deep-playing playmaker, kembali ke sentral lini tengah, seperti posisi awalnya di Sao Paulo. Dan Hernanes mengakui dirinya bisa berkontribusi lebih besar dengan peran tersebut.

Apabila Lazio mampu menjaga performa bagusnya sampai akhir musim, adalah logis apabila pamor Petkovic pun akan terus menjulang. Jika kemampuan berbahasa adalah sebuah faktor penting, laki-laki ini bahkan menguasai delapan bahasa: Bosnia, Serbia-Kroasia, Italia, Prancis, Inggris, Spanyol, Jerman, dan Rusia.



>>Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Profil