Tak ada salahnya jika kita bernostalgia sedikit tentang salah satu
kompetisi terbaik di dunia ini. Tepatnya pada musim 1999/2000. Kala itu,
tim sekota AS Roma, SS Lazio, berhasil menjadi juara liga dengan cara
yang tak masuk akal. Bagaimana tidak? Hingga pekan 33, sepekan sebelum
pekan terakhir, Lazio masih
tertinggal dua angka dari Juventus. Namun, di pekan 34 (saat itu
Serie-A hanya terdiri dari 18 klub), secara ajaib Lazio menyalip
Juventus.
Musim
1999/2000 boleh dikatakan merupakan arena balas dendam Lazio. Musim
sebelumnya, mereka gagal menjadi juara karena diserobot oleh AC Milan
dalam beberapa pertandingan terakhir. Tak ingin mengulangi kegagalan,
Sergio Cragnotti, presiden Lazio saat itu, membeli banyak pemain.
Termasuk, Juan Sebastian Veron dari AC Parma dan Simone Inzaghi dari
Piacenza.
Setelah awal musim yang cukup gemilang, pada pertengahan liga, Lazio
mulai tercecer. Mereka sempat tertinggal 9 angka dari Juventus. Namun,
dengan gemilang, Biancocelesti bisa memangkas jarak demi jarak.
Petaka bagi Biancocelesti datang pada pekan 33. Dalam pertandingan
Juventus menghadapi Parma, gol Fabio Cannavaro (saat itu menjadi kapten
Parma) dianulir sehingga pertandingan berakhir 1-0 untuk kemenangan
Juventus. Padahal, seandainya gol murni itu disahkan, Lazio dan Juventus
akan memiliki poin yang sama.
Protes pun mengemuka. Laziale, suporter Lazio, mengklaim bahwa
terjadi skandal pengaturan skor yang menguntungkan Juventus. Maka, pada
pertandingan terakhir klub mereka yang kebetulan digelar di Olimpico,
Laziale mengusung peti mati demi menunjukkan bahwa (sportivitas)
sepakbola Italia sudah mati. Sebelumnya, demonstrasi besar-besaran
Laziale di jalan-jalan sempat menyebabkan bentrok dengan polisi. Laziale
selalu menyerukan “play-off (Lazio dan Juventus bertanding lagi) atau
perang”.
Pada pertandingan terakhir, Lazio sukses membekap Reggina 3-0.
Pertandingan sempat terhenti menjelang babak kedua karena di saat
bersamaan, hujan turun mengguyur pertandingan Perugia melawan Juventus.
Wasit menginginkan, pertandingan berjalan serentak sehingga tidak ada
upaya pengaturan skor atau permainan dari pihak mana pun. Namun,
nyatanya, Lazio tetap memainkan 45 menit sisa lebih dahulu daripada
Juventus.
Sementara itu, Juventus yang
melawat ke kandang Perugia, seperti terkena “kutukan” atas kemenangan
“atas campur tangan wasit” pada pekan sebelumnya. Setelah hujan deras
mengguyur lapangan, Bianconeri mesti bermain di lapangan yang becek.
Ajaib, sebuah gol lahir dari kepala bek Perugia, Calori pada menit 49.
Gol ini bertahan hingga penghujung pertandingan. Alhasil, Laziolah yang
menjadi juara Liga Italia karena poin mereka bertambah tiga menjadi 72.
Sementara itu, Juventus mentok di angka 71.
Gelar juara Liga Italia ini menjadi gelar kedua Lazio sepanjang masa
sekaligus kado paling istimewa atas ulang tahun ke-100 mereka.
Forza Lazio
Vola Lazio Vola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar